Udah nonton beberapa film dengan level gore yang setara dengan Pengepungan di Bukit Duri, tapi so far belum ada yang bisa se-triggering ini. Semua adegan feels so real, so depressing and of course so traumatizing even though for me yang ga punya darah Chindo samsek. Sinting. Indonesia, tolong kamu baik-baik aja ya, please. At least, jangan biarkan apa yang tersaji di film ini benar-benar terjadi 2 tahun kemudian. As a gore movie lover, kali ini resmi saya nyatakan, saya menyerah 🏳️
Baru nonton setelah nyentuh 3 juta penonton, demi nyesuain jadwal my bestie :") Well, at least better late than never. Proud to say I watch this H+1 setelah dikasih umur baru. Thanks God masih diberi rejeki buat nonton masterpiece ini.
Sedari awal, udah dibikin kagum terhadap betapa grande dan detailnya kualitas animasi Jumbo ini. Secara desain karakter pun nggak hitam-putih. Tokoh antagonis punya sisi baiknya dan begitupun sebaliknya, anak-anak yang nonton ini bakal diajarin kalo sebuah karakter ngga harus disebut sebagai…
This review may contain spoilers. I can handle the truth.
Sebagai orang yang punya sanak saudara seperti bapaknya Tari, gue bisa menyimpulkan bahwa ending film ini nggak realistis... gue paham sih ini cuma film, tapi agak ganjel aja liatnya. Kalo ini genrenya fantasi sih nggak masalah, tapi ini kan real life ya... Come on man, lebih realistis sedikit saja won’t hurt you. Tidak semudah dan tidak secepat itu bagi seorang ab selama bertahun-tahun lamanya untuk berubah.
Gue pribadi lebih enjoy segmen komedinya yang bisa bikin gue ketawa ngakak. Nggak ngerti…
Super amazed karena this is the first Indonesian movie before era 2000an yang kutonton full (a lil bit tmi: Lol I barely watching Warkop movies a few years ago but I’m pretty sure I don’t watch it until the end).
Kayaknya yang tayang di Netflix ini juga merupakan versi restorasi deh seperti waktu tayang ulang di bioskop beberapa tahun lalu. Karena kalau ditinjau dari segi sinematografi, penataan kameranya sudah keliatan stabil dan gambar yang diambil terlihat berkualitas tinggi. Terlepas…
Nonton ini dulu sebelum nonton versi 2025-nya. Ini film cerdas banget dari segi penulisannya, baik penulisan naskah maupun penulisan lirik lagunya itself. Naskahnya nggak cuma kocak pas scene komedi, beberapa scene drama juga bisa unintentionally jadi kocak wkwkwk. 19 years have ed dan somehow jokenya nggak basi-basi amat. Masih banyak yang bisa bikin ngakak brutal. Penulisan lirik lagunya pun nggak hanya bikin badan pengen bergoyang, tapi juga membuat penonton ngerenungin kritik sosial masyarakat kelas bawah yang terkandung di dalamnya.
Tmi: udah 2 minggu ngga nonton film Indo, lalu keinget tanggal 30 besok hari film Nasional, akhirnya memutuskan untuk beberapa hari ke depan lebih banyak nonton film Indo dulu :D
One thing for sure, masih klasik seperti romcom yang udah-udah. What makes it special adalah kedalaman cerita dengan taraf sangat baik mengenai aspek profesi di scriptnya, yaitu dari POV budak korporat stasiun TV, yang relevan dengan kondisi riil pada stasiun TV di Indonesia in real life saat ini. Turut disenggol…
Punya cerita yang bisa relate sama kondisi masyarakat Indonesia saat ini: sandwich generation. Sepanjang nonton dibikin mixed feelings banget. Sedih + kasian + miris karena Moko dihimpit oleh situasi dan kondisi yang bukan terjadi atas kemauan dia, tapi mau nggak mau harus dia jalani. Sekaligus ketawa berkat beberapa scene komedi yang berhasil memancing tawa. Scene komedinya pun nggak terlihat maksa sekalipun di-planting di tengah-tengah momen drama yang lagi tinggi tension-nya.
Chicco Kurniawan berhasil bikin gue teriris-iris dengan aktingnya yang dia…
Sekuel yang lebih bloody, berdurasi lebih panjang dan tentunya lebih padet! Puas banget selama 2 jam 30 menit nyaksiin adegan bacok-bacokan penuh tumpah darah yang super-duper intens dan thrilling. Apalagi dibantu dengan style sinematografi yang tak lagi seperti film pertamanya, sehingga (menurutku) menghasilkan pengalaman menonton yang jauh lebih mengesankan. Acting Iko Uwais pun mengalami peningkatan amat pesat dibandingkan dengan di film pertamanya.
Beberapa aspek penting di ceritanya nggak diexplore. Tapi masih lumayan enjoyable lah, walau ada satu kesalahan teknis yang cukup jelas muncul dalam bentuk tulisan di paruh awal dan juga paruh akhir. Soalnya muncul out of nowhere dan ga ada maknanya samsek. Tetep kudu nonton sebelum out dari Tudum tanggal 30.
This review may contain spoilers. I can handle the truth.
Amanda Rawles disini bener2 mirip kaya Laura, ga cuma dari ekspresinya yang on point banget, bahkan sampe ke mukanya segala pun mirip, padahal pas diinterview dia malah merasa ga mirip sama Laura. Carissa Perusset, gw terakhir nonton akting dia di series Merajut Dendam, di situ masih kayak kumur2 bgt saat berdialog, jadi sangat kebanting ama Laura Bas. Tapi disini dia sudah lebih luwes dan sangat menjiwai karakter Greta Iren. Papa Laura pun walaupun kebagian dialog dikit karena udh sakit2an, tapi…
This review may contain spoilers. I can handle the truth.
Dari pertama tau line-up castnya yang jarang ada di film Indonesia, udah excited banget. Apalagi ketika dikasitau kalo ini bakal jadi film Indonesia Timur yang cenderung riang gembira, bukan menjual kesedihan atau kesengsaraan orang Timur. Tambah excited ketika tau Kaka Boss diperanin sama Romo "Pertaruhan the Series", kek wow ngga nyangka tau2 beliau jadi main lead..
Semua stigma negatif soal orang Timur "dibersihkan" oleh film ini dan menurut gw berhasil banget untuk nyampein pesan ke penonton kalo orang Timur ngga…