Villager Tom Holland reminds me of Indonesian 10-am FTV played by random white people acting as a lower class 😭😭🤚🏽

Udah nonton beberapa film dengan level gore yang setara dengan Pengepungan di Bukit Duri, tapi so far belum ada yang bisa se-triggering ini. Semua adegan feels so real, so depressing and of course so traumatizing even though for me yang ga punya darah Chindo samsek. Sinting. Indonesia, tolong kamu baik-baik aja ya, please. At least, jangan biarkan apa yang tersaji di film ini benar-benar terjadi 2 tahun kemudian. As a gore movie lover, kali ini resmi saya nyatakan, saya menyerah 🏳️
Kualitas CGI di film ketiga ini sedikit mengalami penurunan jikalau dibandingkan dengan pendahulunya. Porsi action di sini pun sangat tipis dan cukup disayangkan karena tidak ada scene action yang seintens film pertama atau kedua, karena lebih berfokus ke elemen dramanya—yang untung aja tidak draggy sama sekali.
Film ini “telat panasnya“. Pada paruh awal, konfliknya super duper flat dan nggak dystopian-ish banget, so elemen dystopian-nya in my opinion masih kurang berasa. Same thing also happened to elemen sci-fi-nya sih. Jadi di paruh awal ya masih kerasa kayak action thriller biasa. Well, at least itu semua sukses ditambal di bagian pertengahan film, sehingga bisa dinikmati sampai selesai. Sedangkan untuk elemen sci-fi-nya sampe akhir film pun tetep kerasa kayak tempelan aja.
Namun, sedari awal memang materi tentang lima faksi…
This review may contain spoilers. I can handle the truth.
Keren banget euy, gorenya gak tanggung” ini. Jagoannya pun unik, yaitu seorang perempuan & babe“ berusia paruh baya. Premis ceritanya sedikit mengerikan karena udh bbrp kali denger desas desus tentang scientist yg pingin ngelakuin experiment gila/di luar batas etika manusia kaya di film ini.
Yg bikin sebel itu adalah subtitle B. Indonya yg ga keliatan di 15 menit pertama filmnya padahal udh diset. Sama endingnya ngegampangin bgt. Karena villain utama nya sendiri malah gampang bgt matinya, padahal babu“nya dia harus digorok…