Grande production design, but unfortunately it goes with very poor writing—lack of background story and even stupid characterization. Wtf do you mean two dumbass humans talking to each other with different languages💀 wasted potential

Since the beginning, we all know that the storyline is bizarre, but my goodness, I don’t expect it to be so fucking cringe😭 89 minutes watching this feels like my entire life, especially the 3rd act, I’ve to speed it up to 1.25x. At least I appreciate how this film portrays the critique of capitalism!
Jokesnya garing, bukan yang bisa bikin ketawa menggelegar. Ceritanya terlalu ke mana mana, bukannya fokus ke world-building emoji aja deh... Pake bawa-bawa aplikasi di HP, berakhir jadi bunch of shitty and cringey product placement. Bahkan one of them makin berasa iklannya karena sampe ada dialog ”aplikasi XXX aman loh“. Buset, ini mah versi high-budget dari iklan dalam scene sinetron-sinetron Indo. Selain itu, ngga dijelaskan juga kenapa dari semua manusia hanya Alex yang kisah hidupnya “kebagian kue” untuk dieksplor oleh emoji.
Well, sebenarnya lumayan enjoy sih, nontonnya nggak setersiksa itu. Andai aja product placementnya ga sebrutal itu, bisa sih kasih 3.
It’s raining outside and I have to postpone my plan to watch Mickey 17, so I'm looking on my Netflix watchlist and chose this one because it has the shortest duration amongst them all. Turns out... not only the duration. The rate I give is also short!
From the beginning, specifically when the main lead, which is a teacher, is vaping outside the classroom... I know it is going to be sucks. After that, this movie is just presenting a…
Pas liat trailernya jadi agak dejavu kalo pernah nonton pra-Letterboxd era. Well, setelah kelar nonton, nggak heran sih kalo emang sebelumnya beneran pernah nonton dan lupa. Karena yang bisa diingat cuma ketololan demi ketololan yang filmnya sajikan.
Hanya bisa menikmati segmen actionnya dan of course "Ada-Indonesia-coy" scene that makes nationalist blood in me getting orgasm so fucking high HAHAHA, sekalipun dari beberapa aspek “ngga nge-Indonesia banget“ (well, nama negara di Mile 22 memang bukan Indonesia sih, tapi disebut sebagai Indocarr).…
Seperti biasa, cerita cheesy ala ala wattpad. Dialognya banyak yang cringe dan keputusan karakter-karakternya seringkali kerasa nggak make sense atau berlebihan. Termasuk stereotipe basi mengenai cowok kaya di Wattpad yang bebas beli apapun tanpa perlu mikir panjang. Belum lagi, Bryan Domani di sini somehow kerasa ganggu banget dengan aksen bule-nya. Nothing special kecuali ending-nya yang nggak maksa harus happy ending dan scene dibawain bekel nasi goreng yang sukses bikin gue nostalgia ke masa-masa sekolah dulu😥
This review may contain spoilers. I can handle the truth.
Paruh awal film ini berlangsung dengan sangat lambat dan boring, hampir berkali-kali bikin ketiduran. Namun, ketika masuk ke part roadtrip, laju cerita menjadi cukup seru untuk diikuti hingga selesai, sekalipun terkadang masih terasa lambat juga.
Namun, cukup mengganggu untuk mendengar para karakter di film berlatar Minangkabau ini lebih banyak berbicara dalam Bahasa Indonesia baku seperti membaca kalimat dari naskah secara mentah-mentah. Salah satu bagian ceritanya pun ada yang sangat bodoh dan membuat gue misuh-misuh, yaitu ketika sang kakek dikejar-kejar oleh orang desa yang salah paham, ia langsung tancap gas vespanya dan meninggalkan sang cucu begitu saja.
Somehow lebih banyak dibikin ketawa karena film ini daripada film pertamanya. Kalo dipadetin jadi 1 film aja walau dengan durasi 2 jam lebih, mungkin akan kukasih rating 3,5.
Udah pernah dapet bocoran dari review yang nonton dari awal rilis kalo 30 menit pertamanya cuma recap dari film pertama. Jadi bisa langsung skip deh dan kalo diitung-itung total cuma nonton 75 menitan. Duh... nggak penting banget dah recap dari film pertamanya sepanjang itu, apalagi kalo ujung-ujungnya orang yang nonton di Prime bakal skip-skip kayak saya. Apakah kalo total durasi cuma 70 menitan, otomatis nggak bisa masuk bioskop karena dirasa kurang panjang? Kayaknya nggak juga deh.
Udah mau berganti hari tapi belum sempet nonton apapun, akhirnya menengok watchlist untuk memilih mana yang durasinya singkat biar bisa log hari ini dan tak kusangka bahwa pilihan jatuh kepada film 22 Menit. Cukup membuatku bereaksi "wow" ketika mengetahui ada film action yang durasinya hanya 1 jam lebih dikit dan not surprised kalau setelah nonton ngasih rating jelek. Padahal eksekusi action scenenya sukses bikin deg-deg-an, berhasil memberikan efek thrilling. Ditopang dengan CGI yang—as I expected saat nonton trailernya sebelum tekan…
This review may contain spoilers. I can handle the truth.
Cukup menarik karena mengangkat model-model cantik dan seksi sebagai jagoan untuk melawan teroris, ingin menunjukkan bahwa mereka tidak sekadar “jualan badan”. Namun, dialog baku yang para karakternya tuturkan sangatlah mengganggu, terasa seperti menyalin mentah-mentah kata per kata dari naskah tanpa niat untuk mendalaminya. Diperlihatkan pula adegan pelatihan para model tersebut yang terasa sulit untuk diterima oleh logikaku karena mereka malah saling tembak-menembak dan diprovokasi untuk bertengkar dan baku hantam satu sama lain.
This review may contain spoilers. I can handle the truth.
Dari menit-menit awal aja udah ketauan bahwa film ini produksi lama. Ada dialog terkait aplikasi Path yang bahkan udah ditutup sejak 2018, salah satu karakter yang megang tablet samsung jadul, scene panggilan masuk OS Android jadul pula, karakternya naik kopaja, dan bahkan Derby Romero yang belum berkumis tebal seperti sekarang. Benar saja, gua sampe googling kapan film ini syuting dan ternyata jawabannya adalah: 2015! Namun, Enzy terlihat tidak menua kalo dibandingkan dengan dirinya yang sekarang.
Ide ceritanya cukup menarik, yaitu…
Komedinya garing tapi nggak kriuk kress. Cuma ketawa di dua scene yang menyertakan Opie Kumis, emang pelawak legend mah beda yak. Tadinya mau kasih 2.5 karena mau apresiasi (dikit) usaha untuk gelontorin budget hanya demi 1 scene (1 DOANG ANJRIT LAH!) di Disneyland Hongkong, tapi nggak jadi dah karena ternyata itu pun cuma diceritakan sebagai khayalan semata. Hiks, budgetnya terbuang sia-sia banget anjir, apa nggak eman-eman ya udah keluar uang yang pastinya ngga sedikit. Minimal eksplor lebih banyak lagi lah disneyland yang semagical itu woy 😭🫵