Storyline nya menarik dan cukup thrilling. Namun, di babak pertengahan pacingnya kerasa seperti diatur oleh siput... alias agak melambat.

Film ini “telat panasnya“. Pada paruh awal, konfliknya super duper flat dan nggak dystopian-ish banget, so elemen dystopian-nya in my opinion masih kurang berasa. Same thing also happened to elemen sci-fi-nya sih. Jadi di paruh awal ya masih kerasa kayak action thriller biasa. Well, at least itu semua sukses ditambal di bagian pertengahan film, sehingga bisa dinikmati sampai selesai. Sedangkan untuk elemen sci-fi-nya sampe akhir film pun tetep kerasa kayak tempelan aja.
Namun, sedari awal memang materi tentang lima faksi…
I love this installment more than its predecessor! The decision to put a real-life story of the 1888 Matchgirls' strike makes the feminist element on it stronger.
Oh, not to mention that I'm so fucking glad and cheered to know that the annoying Mycroft Holmes didn’t appear in this sequel! Please just let him stay away from this franchise. Because, if his character is on it, I’m pretty sure that he'll ruin the feminist element that has been built since the first film HAHA
Can’t wait for Enola Holmes 3!! Ahh, I’m falling in love with this franchise!!
I like how this movie portrays England in the 1880s perfectly. It’s like what I imagined when I saw the illustration of England back then when I read history-themed books from Why? science comic series.
Unfortunately, the subconflict (Enola-Tewkesbury) is way more interesting than the main one (Enola-Mom Holmes) because until the end, Enola and of course the audience still don’t know what the heck was Mom Holmes doing and why she’s missing.
Brutal dan binal, tits here and there, penggambaran kehidupan di Amrik era 70an—beberapa faktor yang bikin nyaris kasih 5 bintang kalau aja nggak ada scene bocah 13 tahun nyetir mobil and his dad acts nothing as if it’s a normal thing to do. And oh, don’t say “and stuff”.
Pas liat trailernya jadi agak dejavu kalo pernah nonton pra-Letterboxd era. Well, setelah kelar nonton, nggak heran sih kalo emang sebelumnya beneran pernah nonton dan lupa. Karena yang bisa diingat cuma ketololan demi ketololan yang filmnya sajikan.
Hanya bisa menikmati segmen actionnya dan of course "Ada-Indonesia-coy" scene that makes nationalist blood in me getting orgasm so fucking high HAHAHA, sekalipun dari beberapa aspek “ngga nge-Indonesia banget“ (well, nama negara di Mile 22 memang bukan Indonesia sih, tapi disebut sebagai Indocarr).…
This review may contain spoilers. I can handle the truth.
Paruh awal film ini berlangsung dengan sangat lambat dan boring, hampir berkali-kali bikin ketiduran. Namun, ketika masuk ke part roadtrip, laju cerita menjadi cukup seru untuk diikuti hingga selesai, sekalipun terkadang masih terasa lambat juga.
Namun, cukup mengganggu untuk mendengar para karakter di film berlatar Minangkabau ini lebih banyak berbicara dalam Bahasa Indonesia baku seperti membaca kalimat dari naskah secara mentah-mentah. Salah satu bagian ceritanya pun ada yang sangat bodoh dan membuat gue misuh-misuh, yaitu ketika sang kakek dikejar-kejar oleh orang desa yang salah paham, ia langsung tancap gas vespanya dan meninggalkan sang cucu begitu saja.
This review may contain spoilers. I can handle the truth.
Satu lagi film yang mengangkat kekocakan dan drama yang terjadi dalam sebuah keluarga bersuku Batak. Tentunya nggak lengkap kalo film tentang suku ini nggak menampilkan keindahan Danau Toba yang membentang amat luas dan untungnya di sini hal tersebut dimanfaatkan dengan cukup baik. Ceritanya berjalan dengan banyak hal yang seringkali terkesan terlalu dibuat-buat dan over the top alias lebay, hingga memunculkan aspek komedi yang juga nggak kalah lebay dan gila, tetapi at the same time bisa bikin gua ngabrut alias ngakak…