Sekuel yang lebih bloody, berdurasi lebih panjang dan tentunya lebih padet! Puas banget selama 2 jam 30 menit nyaksiin adegan bacok-bacokan penuh tumpah darah yang super-duper intens dan thrilling. Apalagi dibantu dengan style sinematografi yang tak lagi seperti film pertamanya, sehingga (menurutku) menghasilkan pengalaman menonton yang jauh lebih mengesankan. Acting Iko Uwais pun mengalami peningkatan amat pesat dibandingkan dengan di film pertamanya.

Jujur aja ni film sebenarnya ga jelek. Sangat oke untuk ukuran film superhero Indonesia yg baru saja “memulai“. Sayangnya banyak kekurangan yg ga bisa ditolerir kek:
1) adegan fighting yg terlalu gelap sampe ga bisa ngeliat apa2 kecuali klo lu naikin brightness nya pas nonton di netflix.
2) zsa zsa utari yg disini ganggu bgt kek ga penting bgt asli ada lo ,padahal biasanya dia lucu hufftt 
3) iklan yg ganggu dan terang”an bgt penempatannya anjing

Cukup menarik karena mengangkat model-model cantik dan seksi sebagai jagoan untuk melawan teroris, ingin menunjukkan bahwa mereka tidak sekadar “jualan badan”. Namun, dialog baku yang para karakternya tuturkan sangatlah mengganggu, terasa seperti menyalin mentah-mentah kata per kata dari naskah tanpa niat untuk mendalaminya. Diperlihatkan pula adegan pelatihan para model tersebut yang terasa sulit untuk diterima oleh logikaku karena mereka malah saling tembak-menembak dan diprovokasi untuk bertengkar dan baku hantam satu sama lain.

Dibuat amazed saat liat cuplikan one take nya yang direpost berulang-ulang di Twitter, tapi baru sempet nonton full filmnya sekarang. Suka sama fighting scene nya yang lebih banyak manfaatin adu pukul antar anggota badan karakternya daripada pake benda-benda di sekitar. Sinematografinya pun cukup unik, menimbulkan kesan seperti dingin dan kelam, turut mencuri perhatian sepanjang menonton. Oh ya, mungkin karena Iko Uwais baru awal-awal main film di sini, artikulasinya saat berdialog tampak masih kurang lancar.  Namun, overall ini udah oke banget. Terutama karena ketika film ini dirilis, dia masih satu era dengan maraknya horor tjaboel di Indo

Suka banget sama tema film nya yang relatable sama isu terkini  ,tapi jujur aja sih penempatan warna ungu nya kadang tuh kurang realistis dan ga cocok gitu sii apalagi motor warna ungu ,kek jarang bgt kan ya ada motor warna ungu

Btw gw baru sadar yg jd guru nya itu Marissa Anita njir

Nonton sama keluarga dan mereka misuh-misuh karena treatment penceritaannya yang cukup unik untuk ukuran film Indo, lol. Minim jumpscare pula tp intensitasnya cukup berhasil buat bikin nggak nyaman. Terlebih dengan pengarahan kamera yang shaky, sehingga filmnya feels so real. Third act nya itu bagian terbaik sih in my opinion. Namun, aku kurang suka dengan penggunaan Bahasa Inggris di film ini karena sama sekali nggak ada urgensinya.