RyèVieuw has reviewed 19 films (excluding 2010s.

Konflik-konflik di dalam keluarganya grounded dan relatable. Bakal makin relate bagi beberapa orang yang mengalami hal yang sama ketika Covid-19 melanda. Beberapa di antara konfliknya nggak menemui penyelesaian dan ditinggalin begitu aja, termasuk penyelesaian dari main conflict-nya yang disimplifikasi. Namun, karena ini film keluarga untuk semua umur, bisa dimaklumi lah. Planting iklan Gojek di film ini pun cermat dan smooth sekali, karena menjadi bagian dalam cerita, jadi nggak terkesan maksa.
Dulu pernah nonton ini di iflix jaman pandemi sama Bokap, tapi baru beberapa menit berjalan udah blio keluarin karena seinget gua katanya “filmnya nggak jelas“. Kemudian, pas scroll2 Prime kemarin nemu film ini, akhirnya coba nonton lagi dari awal.
Pemain-pemainnya unik sih, bukan aktor kelas A atau papan atas. Aktingnya overall pada bagus dan natural, berasa kaya nontonin Aa-Aa dan Teteh-Teteh Sunda ngobrol biasa aja di kehidupan nyata. Treatment dialog nya nggak kalah unik, karena nyambung-nyambungin kalimat terakhir dari sebuah scene…
Setidaknya dari 2016 hingga tahun 2018, keluarga besarku dari pihak ibu punya ritual yang sama di penghujung tahun: menonton filmnya Ernest yang selalu ngasih slot di akhir tahun. Namun, cukup berbeda pada akhir 2017 itu, randomly kami malah milih film ini untuk nobar wkwk. Ku masih inget banget omelan mamaku waktu itu ”filmnya kayak sinetron banget“ 😂
This review may contain spoilers. I can handle the truth.
Cukup menarik karena mengangkat model-model cantik dan seksi sebagai jagoan untuk melawan teroris, ingin menunjukkan bahwa mereka tidak sekadar “jualan badan”. Namun, dialog baku yang para karakternya tuturkan sangatlah mengganggu, terasa seperti menyalin mentah-mentah kata per kata dari naskah tanpa niat untuk mendalaminya. Diperlihatkan pula adegan pelatihan para model tersebut yang terasa sulit untuk diterima oleh logikaku karena mereka malah saling tembak-menembak dan diprovokasi untuk bertengkar dan baku hantam satu sama lain.
Komedinya garing tapi nggak kriuk kress. Cuma ketawa di dua scene yang menyertakan Opie Kumis, emang pelawak legend mah beda yak. Tadinya mau kasih 2.5 karena mau apresiasi (dikit) usaha untuk gelontorin budget hanya demi 1 scene (1 DOANG ANJRIT LAH!) di Disneyland Hongkong, tapi nggak jadi dah karena ternyata itu pun cuma diceritakan sebagai khayalan semata. Hiks, budgetnya terbuang sia-sia banget anjir, apa nggak eman-eman ya udah keluar uang yang pastinya ngga sedikit. Minimal eksplor lebih banyak lagi lah disneyland yang semagical itu woy 😭🫵
This review may contain spoilers. I can handle the truth.
Mencoba men-challenge diri sendiri dengan menonton film ini saat lagi ngantuk-ngantuknya dan terbukti, beberapa kali nyaris ketiduran. Karena memang dibikin berbeda dari film-film pada umumnya, melalui gaya penuturannya yang slow-burn. Bahkan, banyak scene yang berlangsung selama beberapa menit sama sekali nggak menyertakan dialog dan musik, sehingga bisa banget untuk diskip tetapi nggak akan melewatkan apapun terkait ceritanya. Karakterisasi Joko Anwar di sini sebenarnya cukup unik, tetapi terasa minim urgensi mengapa harus diceritakan demikian.
This review may contain spoilers. I can handle the truth.
Film ini hanya diperankan oleh Raihaanun dan Donny Damara sebagai ayah dan anak, sehingga ceritanya fully difokuskan ke dinamika hubungan mereka yang telah lama terpisahkan. Lumayan nggak menyangka film indo di awal 2010-an ada yang mengangkat isu fatherless, karena justru masyarakat Indo baru aware terkait hal tersebut puluhan tahun setelahnya. Menggunakan teknik sinematografi yang shaky, membuat filmnya terasa lebih membumi dan tentunya memberikan kesan bahwa ini dokumentasi dari cerita asli kehidupan seseorang di dunia nyata, tanpa harus ditulis segede gaban…