RyèVieuw has reviewed 25 films tagged ‘🇮🇩-in-every-second’ released in the 2010s.

This review may contain spoilers. I can handle the truth.
Film ini hanya diperankan oleh Raihaanun dan Donny Damara sebagai ayah dan anak, sehingga ceritanya fully difokuskan ke dinamika hubungan mereka yang telah lama terpisahkan. Lumayan nggak menyangka film indo di awal 2010-an ada yang mengangkat isu fatherless, karena justru masyarakat Indo baru aware terkait hal tersebut puluhan tahun setelahnya. Menggunakan teknik sinematografi yang shaky, membuat filmnya terasa lebih membumi dan tentunya memberikan kesan bahwa ini dokumentasi dari cerita asli kehidupan seseorang di dunia nyata, tanpa harus ditulis segede gaban…
Dibuat amazed saat liat cuplikan one take nya yang direpost berulang-ulang di Twitter, tapi baru sempet nonton full filmnya sekarang. Suka sama fighting scene nya yang lebih banyak manfaatin adu pukul antar anggota badan karakternya daripada pake benda-benda di sekitar. Sinematografinya pun cukup unik, menimbulkan kesan seperti dingin dan kelam, turut mencuri perhatian sepanjang menonton. Oh ya, mungkin karena Iko Uwais baru awal-awal main film di sini, artikulasinya saat berdialog tampak masih kurang lancar. Namun, overall ini udah oke banget. Terutama karena ketika film ini dirilis, dia masih satu era dengan maraknya horor tjaboel di Indo
Nonton sama keluarga dan mereka misuh-misuh karena treatment penceritaannya yang cukup unik untuk ukuran film Indo, lol. Minim jumpscare pula tp intensitasnya cukup berhasil buat bikin nggak nyaman. Terlebih dengan pengarahan kamera yang shaky, sehingga filmnya feels so real. Third act nya itu bagian terbaik sih in my opinion. Namun, aku kurang suka dengan penggunaan Bahasa Inggris di film ini karena sama sekali nggak ada urgensinya.
Sekuel yang lebih bloody, berdurasi lebih panjang dan tentunya lebih padet! Puas banget selama 2 jam 30 menit nyaksiin adegan bacok-bacokan penuh tumpah darah yang super-duper intens dan thrilling. Apalagi dibantu dengan style sinematografi yang tak lagi seperti film pertamanya, sehingga (menurutku) menghasilkan pengalaman menonton yang jauh lebih mengesankan. Acting Iko Uwais pun mengalami peningkatan amat pesat dibandingkan dengan di film pertamanya.
This review may contain spoilers. I can handle the truth.
Nonton pas awal2 tayang di bioskop, ngga kepikiran apa2 sih selain bahwa ceritanya memotivasi biar kita bisa berjuang agar hidup sukses. Ada satu scene yang masih gua inget sampe sekarang, yaitu ketika karakternya make hp iphone. Bertahun-tahun kemudian kalo keinget scene itu langsung mikir, lah gimana ceritanya setting tahun 98 tapi udah ada iphone? Bukan ngga masuk akal lagi ini mah, tapi goblok maksimal😭
This review may contain spoilers. I can handle the truth.
Mencoba men-challenge diri sendiri dengan menonton film ini saat lagi ngantuk-ngantuknya dan terbukti, beberapa kali nyaris ketiduran. Karena memang dibikin berbeda dari film-film pada umumnya, melalui gaya penuturannya yang slow-burn. Bahkan, banyak scene yang berlangsung selama beberapa menit sama sekali nggak menyertakan dialog dan musik, sehingga bisa banget untuk diskip tetapi nggak akan melewatkan apapun terkait ceritanya. Karakterisasi Joko Anwar di sini sebenarnya cukup unik, tetapi terasa minim urgensi mengapa harus diceritakan demikian.