Villager Tom Holland reminds me of Indonesian 10-am FTV played by random white people acting as a lower class 😭😭🤚🏽

Villager Tom Holland reminds me of Indonesian 10-am FTV played by random white people acting as a lower class 😭😭🤚🏽
Bergenre action comedy kata Wikipedia, padahal lebih pas kalo disebut thriller-crime. Comedy-nya cuma works di 1 scene doang di babak pertengahan. Sedangkan action-nya juga cuma di-tease tipis-tipis sepanjang film dan baru pecah di babak terakhir.
Oh Jason Statham, the (unbeatable) man you are! Ofc there’s nothing new from the storyline, but I kinda enjoy it ... even though some scenes in the third act are so prolonged. I mean, come on! We all already know from the beginning that Jason Statham gonna beat those assholes easily, so what’s the need of giving us those bunch of unnecessary scenes?
Dari awal udah tau ngga akan ngasih rating more than 4 sebagus apapun filmnya. Film religi Kristiani selalu sama teknisnya:
• tokoh utama White people dan yang Arab malah ing cast nya, padahal Hollywood beberapa tahun terakhir kan udah woke, masih aja kayak gini. apalagi ada scene Yesus buka baju dan keliatan banget tuh betapa putih badannya, effortless abis karena nggak dibikin tan samsek lol.
• penggunaan Bahasa Inggris di sepanjang durasi. yang lumayan menggelitik adalah ketika di sebuah scene…
Dari segi penataan kamera, keindahan Pulau Rote dipamerkan dengan sangat cantik sampe bikin pengen liburan ke sana dan yang pegang kamera pun overall bisa ngeshoot dengan stabil alias nggak shaky. Sayang sekali, bener kata orang-orang bahwa penggambaran adegan kekerasan seksualnya terlalu explicit. Even diriku yang dari kelamin sebelah aja nontonnya nggak nyaman. Sorry to say, bukannya kayak pemerkosaan, tapi malah berasa kayak sex scene di film-film pada umumnya. Udah gitu, nggak tanggung-tanggung, nyaris 1 keluarga yang berisi perempuan semua pada…
Some part (the character arc for example) feels like all of a sudden. But, I still enjoyed it. The drama aspect makes me a lil bit touched. That’s the two factors why I give this 3 stars, although I’m almost ready to lower the score because of the anticlimax ending.
Premis menarik tapi tidak dieksekusi dengan menarik pula.
Mencoba mengupas sejauh mana manusia dapat mempertahankan kompas moralnya ketika memutuskan untuk menabuh genderang perang. Namun, eksekusinya terlalu lambat dan terlalu banyak memasukkan drama tarik ulur berbelit-belit yang tak penting, sehingga malah bikin geregetan dan misuh-misuh sepanjang nonton, LOL
At least bisa dikasih 3 karena endingnya sedikit di luar dugaan.
CGI nya kerasa kasar untuk ukuran film yang release tahun 2019. Jokes-jokesnya pun cringe.
Fokus ceritanya udah kabur. Ini mah more like perjuangan melarikan diri dari mafia tambang, serangan hiunya jadi background buat seru-seruan doang. Well, at least cukup seru melihat beberapa antagonisnya diazab oleh hiu.
Dari segi tata suara dan tata kamera, ini udah proper banget sih. Dari segi dialek Bahasa Jawa pun sounds believeable. Namun, yang paling menarik perhatian di sini tentunya adalah elemen sejarah berdasarkan kejadian nyata di Indonesia.
Sayang sekali, terlalu banyak genre yang mau dijejelin ke penonton. Even aplikasi pemesanan tiket bioskop dan Letterboxd menentukan genrenya sebagai "drama-romance" walaupun kalo kalian nonton trailernya, bisa disimpulkan bahwa genre yang lebih dominan justru drama-thriller. Setelah nonton, kesimpulannya adalah: babak pertama drama, kedua drama-romance-history-thriller, ketiga…
This review may contain spoilers. I can handle the truth.
This film has many uniqueness, like a Black man dating a Chinese woman and a platonic relationship between their assistant. But... the script chose to ruin it. What an awful decision. It’s getting worse when that platonic relationship turns into a romantic one. I’m okay with it because that’s what romcoms always do, but it’s executed rashly at the end of the film.
Peningkatan kualitas dibandingkan film sebelumnya. Dari segi cerita, less cheesy karena udah nggak berlatar anak SMA lagi. Aspek komedinya pun kerasa lebih lucu di sini, cukup banyak scene yang bisa bikin ngakak. Karena di film pertama lebih ke arah komedi tipikal FTV, makanya kerasa cringe. Meskipun begitu, penyelesaian konfliknya nggak cuma kerasa terburu-buru banget, tapi juga dibuat terlalu gampang biar mencapai goal happy ending sesuai judulnya.