This review may contain spoilers.
RyèVieuw’s review published on Letterboxd:
Katanya film komedi, tapi sepanjang film berjalan, sedikit banget adegan komedinya yang bikin ketawa. Nyaris semua komedinya cringe dan awkward. Pun kalau ada yang bikin ketawa gaada yang sampe bikin ngabrut alias ngakak brutal. Mana jokes nya masih pake jokes sexist lagi, kalo ini film tahun 2010an masi make sense. Lah ini tahun 2024, ada adegan tangan cowok masuk ke tete cewek mah orang orang langsung pencet kamera buat ngeviralin anjingggg
Nyaris seluruh adegannya juga terlihat tidak meyakinkan dan awkward. Secondhand embarrassmentnya kena banget ke saya sebagai penonton. Mulai dari banyaknya karakter yang logat Jawanya kental banget padahal settingnya di Jakarta. Terutama Mukidi yang sudah 10 tahun merantau di Jakarta tapi logat Jawanya sengaja dibikin masih kental, sangat tidak believeable. Selain itu ada pula adegan Mukidi melamar kerja untuk bidang A, namun malah keterima untuk bidang B dimana kedua bidang itu berseberangan. Bahkan dia dengan mudahnya langsung diterima tanpa interview sama sekali, hanya karena dia menolong bos di calon kantornya itu? Mana bisa gitu anjengg, padahal dia tidak punya kompetensi dalam bidang yang dia lamar. Belum lagi di bagian endingnya, dia malah membentuk perusahaan yang bergerak di bidang tersebut.
Elemen romance nya juga ngga believeable. Mentang-mentang chemistrynya udah bagus jadi kisah cinta Mukidi dan istrinya ngga dieksplor. Semuanya serba tiba-tiba. Mereka baru diceritakan ketemu sekali di warung makan, langsung jatuh cinta, kemudian menikah dan punya anak.