This review may contain spoilers.
RyèVieuw’s review published on Letterboxd:
Penggunaan bahasa baku merupakan salah satu keunikan film ini, jika dilakukan dengan konsisten dari awal hingga akhir. Saya menyebutnya keunikan karena pengalaman menontonnya terasa seperti menonton film Barat yang disulih (dub) ke dalam Bahasa Indonesia. Di paruh awal, para pemain masih konsisten menggunakannya. Namun, lama-kelamaan, di bagian pertengahan hingga akhir film, para pemain kembali menggunakan bahasa percakapan sehari-hari.
Banyak pengucapan dialog yang tidak terdengar, bukan hanya disebabkan oleh pelafalannya yang terlalu cepat, melainkan juga karena lagu latar (backsound) yang dimainkan kadang kala terdengar terlalu kencang. Selain itu, banyak pula dialog-dialog yang diucapkan berulang kali hingga membuat saya bosan.
Meskipun demikian, saya menyukai pergerakan kameranya yang terbilang unik.
Nah, konsistensi penggunaan bahasa baku seperti dicontohkan dalam paragraf sebelumnyalah yang seharusnya ditampilkan dalam film ini. Kapan lagi, ya, ’kan, saya mengulas film-yang-tidak-konsisten-dalam-menggunakan-bahasa-baku menggunakan bahasa baku dengan konsisten.